Monday, May 27, 2013

Waisak 2013 di Borobudur


Selamat hari raya Waisak 2557 bagi umat Buddha. Semoga semua makhluk berbahagia. Hujan yang turun kemarin akan membawa rejeki dan damai senantiasa di bumi.

Terus terang, saya menulis ini karena merasa risih atas penyebaran foto crazy traveler. Menurut saya, bukannya memberitahukan hal positif mengenai Waisak (baca: mengingatkan orang), tetapi malah mencoreng seluruh turis yang kemarin mengunjungi Borobudur. Padahal tidak semua turis seperti yang ada di foto itu lho. Penyebaran foto seperti itu malah akan mengusir wisatawan yang akan mengunjungi Borobudur. Belum lagi komentar-komentar orang yang rata-rata mencela turis di Borobudur. Dengan pengelolaan yang baik, umat Buddha dapat beribadah dengan tenang dan foto itu tidak akan ada. Let me explain.

WALUBI (lembaga keagamaan Buddha) sudah menghimbau para pengunjung Borobudur untuk melapor dan mendaftarkan diri sebagai peserta/wartawan/fotografer yang akan masuk ke area ibadah. Orang/kelompok yang sudah mendaftar akan mendapatkan ID card. Saya sendiri sudah didaftarkan teman dari Magelang, sehingga saya mengenakan ID peserta. Kami hanya ingin melihat lampion, yang kalau di urutan tata perayaan di website WALUBI ada di penghujung acara (malam), sehingga kami tinggal di hotel dan baru masuk ke area candi pada senja hari dengan sudah mengenakan ID card.

Begitu sampai jalan menuju gerbang, banyak orang berdesakan di sana. Kami berusaha mengantri , namun kami terdesak kea rah gerbang yang hanya dibuka selebar 1 meter. Setelah melewati gerbang, karena ada isu bom *sigh* kami diharuskan melewati metal detector yang hanya ada 1. Ketika mengantri metal detector, pintu gerbang sudah ditutup dan baru dibuka lagi saat antrian detector sudah agak sepi. Yang saya sayangkan, petugas tidak memeriksa ID card dari WALUBI, sehingga siapa saja bisa masuk :( Termasuk turis yang perilakunya seperti si crazy traveler. Kami beruntung datang bersama teman dari Magelang yang sudah memahami prosesi Waisak, sehingga teman kami tersebut dapat memperingatkan “do” and “don’t”s selama Waisak, dan tempat yang tidak mengganggu umat yang beribadah.

Setelah lewat metal detector (ini juga petugas nggak memeriksa detail karena terlalu banyak orang, yang diperiksa cuma permukaan isi tas), kami masih harus berjalan ke pintu menuju candi. Di pintu menuju candi, baru ada pemeriksaan ID card peserta yang sudah mendaftar ke WALUBI. Tapi kok ya orang yang tidak punya ID juga bisa masuk :( #duh

Saat kami sudah di dalam, perayaan belum dimulai, sehingga kami bisa memotret dari belakang umat yang duduk di karpet. Para Buddhis muda panitia Waisak pun mengatur tempat duduk. Sebetulnya kami diperbolehkan duduk di karpet, namun kami merasa tidak enak, karena itu ibadah (banyak juga turis yang duduk di sana). Waktu itu juga gubernur Jateng menyeruak kerumunan dan menuju ke arah altar. Menteri terlambat hadir, dan karena itu perayaan molor.

Begitu perayaan sudah dimulai, kami keluar dari area ibadah dan menunggu di belakang sambil mendengarkan melalui speaker. Banyak juga kok pengunjung yang “tahu diri,” menunggu di luar area ibadah. Saat umat berdoa mengelilingi candi, kami maju mendekati area petugas kamera dan speaker dekat altar. Sampai sana, saya sedih, karena banyak turis malah naik ke altar, sehingga pemimpin ibadah pun harus mengingatkan di sela-sela doa karena para turis itu menghalangi jalan umat dan pemimpin ibadah yang akan turun dari/kembali ke altar :( (karena saya dekat speaker, saya dengar sekali), dan memang kurang ajar mereka, walaupun pemimpin ibadah sudah terganggu doanya karena menyuruh mereka turun dari altar, mereka masih di sana. Saya yang di dekat petugas kamera hanya dapat memandang dengan miris. Untung teman-teman yang datang bersama saya masih tahu diri. Kami tetap di dekat petugas kamera dan speaker hingga perayaan Waisak dinyatakan ditutup. Petugas mengumumkan bahwa karena hujan, pelepasan lampion ditiadakan. Ya sudahlah. Lebih baik begitu, karena pengunjung kali ini juga tidak tertib. Setelah perayaan selesai dan dipersilakan, barulah kami berani mengambil foto di altar.

Dari pengalaman yang saya ceritakan ini, semoga pembaca nggak meng-generalisir turis yang mendatangi perayaan Waisak sebagai “crazy traveler.” Bagaimanapun Waisak adalah event internasional yang besar di Jawa Tengah, dan orang biasanya datang melalui Yogyakarta dan Semarang. Event di suatu daerah akan mendongkrak pariwisata di daerah tersebut. Cobalah lihat event religi lain seperti umroh/ziarah di Jerusalem, Saudi, dan negara Timur Tengah lainnya, perayaan Natal dan Paskah di Vatikan, juga audiensi Paus di Vatikan. Selain di Saudi, event di tempat lainnya tidak menanyakan agama orang yang datang. Setiap orang bisa datang. Adanya event besar akan menghidupi masyarakat di sekitar tempat tersebut, oleh karena itu, event harus dipasarkan dengan baik. Cobalah pikir, kalau ada turis mendatangi perayaan Waisak, masyarakat sekitar akan diuntungkan dengan ramainya penginapan, makan, dan transportasi.

Sekali lagi, yang harus dilakukan adalah mengelola event tersebut dengan baik. Contohlah Vatikan saat audiensi Paus. Saat itu berbagai kalangan dari berbagai negara datang. Orang atheists dan orang dengan agama apapun datang dan tidak ada yang bertanya “apa agamamu?” Walaupun demikian,  event management-nya lebih tertata. Misalnya, saat akan mendatangi audiensi Paus, pengunjung dipersilakan mengambil undangan gratis di toko souvenir di Vatikan atau di gerbang Swiss Guard (seperti halnya kalau akan mendatangi Waisak, mengambil ID card terlebih dulu). Kemudian, masalah baju, secara penduduk Eropa bule, maka tak jarang orang berpakaian minim. Di sini pihak Vatikan tegas. Yang boleh masuk hanya yang memakai baju berlengan dan lutut tertutup. Selain itu tidak diizinkan masuk. Borobudur seharusnya tegas dalam hal seperti ini. Kalau Borobudur tegas, foto crazy traveler tidak terjadi. Anyway, setahu saya di Borobudur itu walaupun di dalam area candi, selalu ada security yang mengingatkan manner pengunjung. Kenapa orang di foto itu bisa lolos?! Seharusnya karena ada perayaan besar, security malah diperketat. Di pintu masuk kemarin, seharusnya cek ID dilakukan di awal, sehingga pengunjung illegal nan barbar bisa lebih ditertibkan. Altar sebaiknya dibatasi hanya untuk kalangan tertentu (diberi pagar). Itulah gunanya toleransi. Umat Buddha merupakan minoritas di Indonesia. Orang lain hendaknya membantu mengamankan Waisak, walaupun beda agama. Kalau saya sih membayangkan seandainya saya beribadah di Roma/Vatikan, para pengunjungnya malah ribut sendiri, foto-foto di altar, pasti saya akan terganggu. Sewaktu beribadah di sana dulu, juga ada orang yang foto sana-sini, hanya saja panitia tegas, dan ada pagar antara umat dengan para pemuka agama, choir, dan tamu penting yang dijaga ketat. Arak-arakan pun diatur oleh petugas, sehingga lebih tertib.

Indonesia sebagai pusat ibadah harus belajar manajemen event keagamaan. Jangan sampai kejadian itu terulang kembali. Tolong pasarkan event dengan baik, sebagai orang Indonesia harusnya bangga, dikenal sebagai pusat agama tertentu. Tidak ada salahnya menarik turis ke event religius, dan konsekuensinya harus dapat mengelola pengunjung dengan baik. Tolong jangan malah de-marketing dengan menuduh semua turis mengganggu perayaan keagamaan. Wrong. Itu akan menyurutkan Indonesia (terutama Jogja-Jateng) sebagai tujuan turis. Tolong juga jangan berpikiran “jangan datang ke perayaan agama lain” atau “jangan mengucapkan selamat hari raya ke agama lain.” Kehadiran dan ucapan dari pemeluk agama lain itu merupakan wujud dukungan, selama mereka tidak mengganggu ibadah. Stop penyebaran foto crazy traveler! Stop spreading bad news about Indonesia, let’s market our country as a peaceful and beautiful place to visit. Creating good images of Indonesia will be very helpful.

Thursday, May 16, 2013

Blackberry Suicide (?)

Two days ago I saw the business news and I was surprised: Research In Motion (RIM) made Blackberry Messenger (BBM) available for Apple and Android products. Whoa, what the h*ll are they thinking?

As a business graduate, I used to learn that a business has to keep their competitive advantage. Yes, then what is a "competitive advantage"? A simple explanation from me, competitive advantage is one thing that make people turn to you, not anyone else. Once a company has its competitive advantage, the consumers will go to that company to find what they need. In a business, there is also a core competence. It is like "what your business is mainly about?" What I have learned during my studies is never outsource your core competence, so you can control your own business.

Back to RIM case, I found that the decision is weird. It is like I saw Mr. Krab gives a krabby patty to his rival, Plankton. I remember that I bought a Blackberry phone because it has the BBM and most of my friends use it. So, it would be easier to communicate between us. The BBM thing made Blackberry phone exclusive since no other phones have BBM. The BBM has been RIM's competitive advantage. People buy the Blackberry phone because it has the BBM. Now, RIM will share their secret weapon to their rivals. What will happen to the phone sales? I guess Blackberry phone is committing suicide or cannibalized by the applications (apps), since Blackberry phone is "nothing" without BBM. As a customer, I would prefer Android phones if it provides BBM as well as Blackberry phones.

RIM has to be focus on its core competence, whether they want to offer the phone or the apps. By the decision, it seems like RIM switched into the apps business and they slowly kill the phone. In the BCG matrix system, the BBM apps would be the question mark and the phone is the dog, and had been the cash-cow before. Anyway it is just my opinion. RIM can choose its own business strategy. I hope they will not spill the milk. Let's see what will happen next, will the question mark be a star or be the dog instead.