Monday, June 27, 2011

Marketing (Fun) Facts

Don't you know....?

1. Coca-Cola diformulasikan oleh seorang farmasis (seperti saya :) bernama John Pemberton dari Eagle Drug and Chemical Company, Georgia, U.S.A. Penemuan Coca-Cola ini merupakan sebuah bukti bahwa farmasis memang pintar dalam memformulasikan sesuatu, namun bodoh dalam pemasaran (no offense lho... karena saya sendiri juga seorang Apoteker). Pada saat itu, minuman Coca-Wine sedang populer dan Coca-Cola merupakan versi non-alkohol dari wine tersebut. Ini yang membuktikan "kebodohan" sang penemu dalam marketing: Coca-Cola dijual sebagai obat paten! Kalau ditanya obat apa, menurut sang penemu, Coca-Cola dapat menyembuhkan kecanduan morfin, mual, pusing, bahkan impotensi. Hebat ya si Coca-Cola?

Sayangnya, si penemu malah tidak sukses, karena tidak mampu memasarkan produknya dengan baik. Dia menjual formula Coca-Cola kepada beberapa temannya, salah satunya Asa Griggs Candler, seorang pebisnis apotek, bank, dan pabrik obat (bukan Apoteker lho, karena dia jebolan SMU). Di tangan Candler, Coca-Cola mulai dijual sebagai minuman, bukan obat. Candler juga beriklan dengan memasang logo Coca-Cola di berbagai tempat, juga menyediakan "kupon Cola" yang mendongkrak penjualan, begitu seterusnya hingga Coca-Cola Company menjadi besar seperti saat ini. Ya, ahli kimia dan farmasi belum tentu ahli pemasaran bukan? Hehehe....


2. "Kodak", nama ini tentu tak asing di telinga kita. Para pencetus merek ini konon mencari satu kata yang pas dan dapat dibaca dengan bunyi yang sama di seluruh dunia. Setelah disurvei sana-sini ketemulah nama "Kodak".

Oh ya, another Kodak's fact yang bisa jadi pembelajaran dunia marketing adalah jangan terpaku pada satu produk. Pemasar berangkat dari kebutuhan dan keinginan konsumen. Gampang-nya, untuk membajak sawah secara efisien diperlukan suatu alat. Kira-kira mana yang menang: pemasar yang menyediakan traktor atau pemasar yang fokus membuat satu cangkul berkualitas bahkan bertatahkan berlian? Ilustrasi ini membuat kita lebih mudah memahami marketing concept. Demikian pula kasus Kodak. Dulu Kodak dikenal sebagai merek kamera film (langsung cetak!) dan film yang terbaik di dunia. Kodak terus berusaha membuat film berkualitas paling baik. Namun mereka terkena marketing myopia alias terlena dengan film-nya, sampai tidak menyadari adanya "celah" kamera digital yang dikembangkan Sony :) Saat kamera digital muncul, para produsen kamera film dan film terpukul. Bahkan banyak yang bangkrut. Namun, Kodak "selamat" karena mampu mengikuti digitalisasi, walaupun bukan (belum) sebagai market leader lagi.


3. Pernah dengar merek mobil "Datsun"? Sekarang jadi "Nissan". Pernah kan? Perubahan nama "Datsun" jadi "Nissan" disebabkan oleh pengucapannya. Merek mobil ini juga dipasarkan di Amerika Serikat. Orang sana yang berbahasa inggris tidak suka mengucapkan merek "Datsun" karena mirip dengan pengucapan "dead-son" yang berarti anak laki-laki yang meninggal. Pemasar kemudian mengganti mereknya menjadi "Nissan" yang dibaca seperti "nice-son" yang berarti anak laki-laki yang baik. Wha, padahal kalau di Indonesia kan artinya malah batu kuburan... Tapi orang Indonesia sih cuek aja, yang penting mobil bagus, hehehe... Language matters!
Kedua logo ini masih versi lama


4. Kenal Ronald McDonald? Yup, dia maskot McD yang bentuknya badut tersenyum :) Tapi di Jepang, maskot McD bukan si Ronald, tapi sepupunya Ronald, si Donald McDonald (kayak nama orang Sunda, euy!). Tahukah Anda bedanya? Perhatikan baik-baik senyum kedua maskot ini... Ya, si Donald giginya ga kelihatan! Masih ingat ajaran orang tua yang kalau menguap/tertawa mulutnya ditutupi? Ajaran Jepang juga demikian. Tidak sopan kalau gigi sampai terlihat. Maka, maskot McD di sana dibuat tidak terlihat giginya :D
Selain itu, orang Jepang punya masalah bilang huruf "L". Kadang-kadang mereka nggak bisa membedakan "R" dengan "L". Nah, biar selamat, si Ronald digantikan sepupunya: Donald.



5. Bagi penggemar kopi, kalau pergi ke timur tengah mungkin tidak menemukan Starbucks sebanyak di Indonesia. Starbucks mengalami beberapa kesulitan untuk memasuki pasar timur tengah, terutama di Arab. Kesulitan ini disebabkan oleh logo Starbucks. Di Arab (terutama Saudi), logo itu diprotes karena menampilkan sosok wanita tanpa jilbab dengan rambut terurai dan wajah terekspos. Sosok ini tidak sesuai dengan kaidah berpakaian di sana. Sedangkan masalah lainnya, logo tersebut mirip dengan Queen Esther, seorang ratu Yahudi-Persia. Masalahnya, orang timur tengah cukup sensitif dengan Jews atau Yahudi. Akhirnya pihak Starbuck mengklarifikasi bahwa logonya bukan Queen Esther, melainkan putri duyung. Sedangkan kemunculan logo tersebut dikurangi (di cabang Uni Emirat Arab lebih ditonjolkan tulisan "Starbucks Coffee" dengan font khas Starbucks).
Cabang Starbucks di Mall of Uni Arab Emirates     

Monday, June 20, 2011

Indonesia Tourism Quiz

New! Updated on October 8, 2011.

Dear friends and visitors,
I have a link to a quiz that will introduce visitors to beautiful places in Indonesia.

Teman-teman dan pengunjung blog,
ini ada link kuis pariwisata Indonesia, silakan klik dan jawab, siapa tau dapat hadiah :)

Link: http://www.indonesia.travel/quiz/index.php?fuid=1617431951

Saturday, June 11, 2011

3 Hours in Shenzhen

Sambungan dari Hong-Kong^^

Tias dan saya menginjak perbatasan HongKong dan Shenzhen di Luo Wu, setelah naik MTR dari Ngong Ping (mantap menyeberang HongKong :). Berdoa nih, semoga Visa On Arrival (VOA)-nya sudah bisa lagi untuk WNI, karena hingga akhir Januari 2011, VOA Shenzhen ditutup gara-gara olimpiade, setelah itu belum ada kabar sudah boleh lagi atau belum. Keluar dari HongKong, kami jalan terus menuju tempat aplikasi VOA. Kali ini yang digunakan adalah metode mengikuti orang-orang :) Tempat aplikasi VOA Shenzhen ada di lantai 2, sehingga dari tempat mengisi formulir, kami masih harus naik eskalator sekali. Waktu itu sudah sekitar jam 4 sore, kami juga takut imigrasinya tutup, hehehe.... Sampai lantai 2, kami menyerahkan paspor & formulir. Deg-degan juga, soalnya bapak petugas imigrasinya nggak senyum, takutnya VOAnya ditolak. Kami dipotret, lalu disuruh menunggu. Syukurlah, VOA-nya sudah boleh! Saya kembali menukar HKD dengan RMB di money changer di sana (gara-gara salah tukar di Macau!). Dengan 160 RMB, masuklah kami ke Shenzhen :D
VOA Shenzhen di paspor saya (kiri) - boarding pass (kanan)

Jalan masuk ke Shenzhen (termasuk tempat urusan VOA-nya) seperti mall. Banyak toko & money changer di sepanjang lorong gedung. Kami segera menuju stasiun Metro Shenzhen (kereta bawah tanah-nya Shenzhen). Bagi kami, terasa sekali bedanya dengan HongKong. Kami jadi buta huruf di Shenzhen, karena nggak ada tulisan NORMAL! Whoa... Orang sana juga tidak banyak yang bisa bahasa inggris. Repot nih waktu mau beli token Metro Shenzhen, karena belinya menggunakan mesin penjual yang tulisannya cina semua! Jurus berikutnya: tunggu dekat mesin sambil nanya orang satu-satu yang beli token di sana. Setelah tanya beberapa kali, akhirnya ada yang merespon, walaupun mereka nggak tau waktu kami menyebut tujuan kami: "Window of The World" (WoW). Astaga... Padahal saya lupa tuh bahasa cinanya, cuma ingat "chuang" apa... gitu. Nggak taunya "Sie Jie Zhi Chuang". Ya, syukur ada yang membantu. Masuk ke subway, kalau di HK tinggal tap Octopus Card, kalau di Shenzhen masukkan token. Kami sekalian beli token pulang-pergi, 10 RMB, biar nggak bingung belinya :p Strategi berikutnya: Menyalin tulisan "Sie Jie Zhi Chuang" biar nggak nyasar. Keretanya penuh sekali. Kelihatan banget kalau orang sana nggak sabaran, huuh... (ini dari sudut pandang orang Jawa lho, no offense). Di kereta, kami pelototi lampu petunjuk pemberhentian. Cukup lama juga perjalanan ke Window of The World, sekitar 45 menit.
 Stasiun Shenzhen (malam, waktu mau ke HK)

Begitu turun dari kereta, kami menyadari betapa bergunanya "gambar" yang kami buat sebelumnya, hehehe... Papan petunjuk arahnya huruf cina semua!! Ya sudah, berarti tinggal mencocokkan :D Ya, kami berhasil ke Window of The World tanpa kesasar :)) Keluar dari stasiun, kami sudah tiba di gerbang WoW yang mirip Louvre Perancis itu. Yosh! Setelah berfoto sebentar di gerbang, kami beli tiket masuk seharga 140 RMB dan masuk ke sana. Replikanya bener-bener keren! Terutama menara Eiffel-nya yang dibuat 1/3 kali aslinya (cuma sayangnya kalau malam ada tulisan cina warna merah). Memang seperti TMII sih, tapi replika di sini serasa keliling dunia. Kami berpacu dengan matahari, soalnya kalau gelap foto-fotonya nggak bagus :S
Gerbang ala Louvre

Pintu masuk Window of The World

Replika bangunan super-besar

Seperti di Italia (sayangnya sudah gelap)

Kapan ke Belanda ya?

WoW ini luas, siap-siap pegel aja kalau jalan-jalan di sini. Kami foto-foto sampai gelap, terus cari makan malam di KFC sana. Cina termasuk bangsa pemakan nasi, tapi anehnya nasi jarang ditemui (mungkin musim dingin, padi nggak hidup). Makan sebentar di KFC, sambil menghangatkan badan, kami ingat kalau harus sampai hostel sebelum jam 10 malam (katanya lift-nya dimatikan jam 10 malam). Oww... Jam 20.30 waktu setempat kami cabut dari Shenzhen. Oh iya, hari itu hari Valentine, 14 Februari 2011. Banyak pasangan di sepanjang jalan. Orang sana ternyata nggak malu-malu ciuman ya, hahaha...

Kami cepat-cepat naik kereta menuju HongKong, nggak sempat kemana-mana lagi, padahal di bangunan perbatasan Shenzhen-HongKong (Luo Wu) banyak toko yang terkenal murah lho... Kami juga sempat meragukan bangunan ini: tempat imigrasi (perbatasan) atau mall? Soalnya lebih seperti tempat belanja daripada perbatasan. Di kereta sudah teparrr.... Hosh... hosh... sampai stasiun Tsim Sha Tsui jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, oww... Khawatir nih, kamar kami di lantai 12! Sampai Mirador Mansion, lift memang sudah pada mati, tapi ternyata masih ada 1 lift yang hidup 24 jam, bravo! Yup, langsung terkapar, karena esok harinya kami harus pindah lagi ke Macau ^_^
See you in Macau (again:)!