-Sambungan dari (m)Alay-sia-
Berangkat dari KL hari Sabtu tanggal 12 Februari 2011 sekitar jam 5 sore waktu setempat, Tias dan saya mendarat di Macau International Aeroporto sekitar jam 20.30 waktu Macau (sama seperti Malay & WITA). Landasan di bandara ini unik, 1 pulau sendiri, memanjang. Saya lihat waktu pesawat mulai mendarat, benar-benar berbatasan dengan laut!! Kami disambut udara malam yang dingin, sekitar 8-10 derajat celcius. Tias segera mengaduk-aduk kopernya di dalam pesawat, mengambil jaket tebalnya, sehingga kami keluar paling akhir dari pesawat itu.
Setelah urusan imigrasi (Yuuhuu koleksi cap paspor!!), kami masuk ke arah pengambilan bagasi (padahal nggak pakai bagasi). Di ruang itu ada toilet & air minum, lumayan bisa refill botol :)) Di ruang ini juga sifat norak khas orang Indo mulai keluar, hehehe... biasa, foto-foto, mumpung banyak tulisan "Welcome to Macau" dan nggak ada tulisan atau simbol "dilarang memotret". Tapi begitu action ada mbak-mbak petugas bandara yang cantik datang ke arah kami sambil senyum-senyum... Maksudnya bilang "nggak boleh foto-foto". Waktu nunggu Tias ke toilet, saya menemukan ada cewek muda dengan baju norak (dingin-dingin malah pakai rok mini & legging) lewat sambil membolak-balik paspor hijaunya. Wah, akhirnya ada orang yang bisa bahasa Indonesia :) Melihat saya bengong di depan toilet, cewek itu menghampiri & bertanya, di mana mengambil bagasi. Oke deh, saya tunjukkan (padahal saya sendiri kan nggak ambil bagasi, hehehe).
Welcome to Macau
Foto yang berhasil diambil sebelum diberi "senyum" petugas :p
Setelah bengong-bengong sebentar, kami menuju arah exit. Wah, bandara Macau kecil ternyata. Keluar-keluar langsung tempat penjemputan. Bakal repot sepertinya kalau mengingat rencana awal, tidur di bandara. Polisi-polisi yang jaga di situ juga ngeliatin kami mondar-mandir ga jelas :p Tias mengajukan rencana B, yaitu menelepon penginapan yang kami book untuk tanggal 15 Februari, Augusters Lodge, karena pemilik penginapan itu terkenal ramah. Iya sih, daripada tidur di bandara -yang belum tentu diizinkan- dengan suhu 8 derajat celcius. Untuk dapat menggunakan telepon umum, kami harus menukar uang Macau Pattaca (MOP). Mata uang ini sulit ditemukan di money changer Indonesia, sehingga kami menukarnya di money changer bandara Macau. Saya malah pakai acara salah tukar segala (maksud menukar HKD, malah yang keambil Yuan China soalnya warnanya mirip :S), ya sudahlah, yang penting mengantongi MOP. Kami juga sudah siap-siap mencari penginapan itu berbekal peta print-print-an dan kompas, kalau misalnya ada kamar. Kami juga sudah siap-siap nyegat bis MT1 atau MT2 (berikut recehnya, soalnya bayar bis harus uang pas, 4.2 MOP/HKD, sekali masuk ke "celengan") yang menuju Grand Lisboa, karena penginapan itu di daerah sana.
Uang 100 Hongkong Dollar, warnanya mirip sama 100 Yuan (di bawah)
100 Reminbi/Yuan, kalau mengantongi dua uang di atas bisa tertukar lho :D
Di tengah kebingungan, kami bertemu kembali dengan mbak "paspor hijau" yang tadi. Dia dari Brebes, kerja di Macau dan ngakunya sedang menunggu dijemput "kakak" yang juga bekerja di Macau. Kami juga bercerita kalau kami mau tidur di bandara atau mencari penginapan, sambil bertanya peta & arah. Cewek itu langsung heran mendengar kami mau tidur di bandara. Tak lama kemudian "kakak"nya datang. Kedua TKW yang sudah lama tinggal di Macau ini ternyata nggak bisa baca peta, hahahaha... Tapi kabar baiknya, kami ditawari menginap di tempat mereka. Lucky! Kami berempat akhirnya naik taksi menuju tempat tinggal para TKW itu. Mereka bahkan membayari taksinya, padahal mahal lho, 85 dollar (sekitar Rp100ribu). Sayangnya sopir taksi Macau itu nggak ramah dan suka ngebut. Tapi salut juga mengetahui para TKW itu lancar berbicara 4 bahasa: Jawa, Indonesia, Kanton, dan Inggris!!! Kalau tidak salah, mereka tinggal di daerah yang namanya sounds like "Tay Hin Kei". Di perjalanan, mbak "paspor hijau" bercerita kalau dia ditanyai macam-macam oleh petugas imigrasi, jadi lama deh... (saya berpikir mungkin gara-gara dia TKW ya??)
Di Macau aturannya berbeda dengan Hong Kong, para TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah-tangga boleh indekos dan tinggal terpisah dari majikan. Sesampainya di kost TKW, kami menemukan sekitar 6-8 orang yang tinggal di sana, dibagi menjadi setidaknya 2 kamar seperti apartment, dengan tempat tidur tingkat. Katanya sih sewanya 500 dollar per bulan (sekitar Rp600ribu). Karena banyak orang, suasana menjadi hangat. Mereka baik sekali kepada kami, meskipun baru bertemu. Kata mereka "Kalau kita bermaksud baik, maka orang lain akan baik kepada kita". Good words :) Walaupun TKW seperti itu, mereka punya beberapa PC dan laptop lho... Wow!! Saat kami datang, ada 2 TKW yang baru pulang. Hmm... saya agak curiga karena kostum mereka seperti -maaf- pelacur. Tapi positive thinking dulu lah, siapa tahu malam minggu, mereka habis main di kasino. Pulang-pulang, 2 orang TKW itu langsung bermain dengan laptop dan headset, dengan suara musik. Chatting YM rupanya. Waktu menunjukkan pukul 11 malam. Tempat tidur untuk kami sudah mereka siapkan, berikut beberapa selimut tebal. Di atas tempat tidur kami masih ada tempat tidur (tingkat). Saya pamit tidur duluan, sementara Tias masih mengurus barang-barangnya.
Sebenarnya saya cuma tiduran. Dengan posisi tidur begini, saya masih bisa "membaca" kegiatan para TKW ini. Ternyata mereka "bekerja sambilan" saat weekend. Setidaknya 4 TKW diantara mereka chat di laptop masing-masing sambil teleconference. Canggih kan? Lagu yang mereka putar macem-macem, mulai dari lagu pop biasa, dugem, & dangdut remix. Mereka teleconference dengan laki-laki yang "mengatur" (mungkin diatur dari Indonesia). Saya juga mendengar ada yang curhat mengenai seorang teman mereka, yang dibilang bekerja sebagai "showgirl", tapi menghina mereka. Orang yang bercerita itu bilang, "Wah, munafik tuh si X, padahal dia sendiri JUGA showgirl." Whoa... lalu ada lagi yang cerita begini, "Eh, si Y itu berani ya pakai teknik. Live lagi. Kalau aku sih nggak mau pakai teknik gitu." Yayaya... dari percakapan itu saya bisa menyimpulkan apa "pekerjaan" mereka... Menjelang pagi, saya mendengar percakapan lagi, "Wah, aku di-ban, harus pindah chat room nih..." Fufufu... Ya, mereka adalah perempuan yang menawarkan "tontonan" online menggunakan webcam dan fasilitas chat. Di kalangan mereka, pekerjaan ini diberi istilah "showgirl". Tampaknya mereka diatur dari Indonesia. Pantas, si mbak "paspor hijau" itu mengalami kesulitan waktu ditanya-tanya petugas imigrasi...
Mbak-mbak yang chatting semalaman baru tidur jam 6 pagi. Jam 7.30 saya benar-benar bangun. Saya dan Tias berencana ke HongKong naik ferry pagi itu. Para TKW di kost itu masih pada tidur. Beberapa saat kemudian, Tias bangun dan mbak-mbak yang tidur di bed di atas kami bangun. Mbak-mbak yang ini tidur awal semalam, dan nggak 'bekerja sambilan'. Mereka baik sekali, kami dipersilakan sarapan. Saya membuat kopi susu panas, karena di Macau dingin dan hujan. Kami menanyakan bagaimana caranya sampai ke pelabuhan. Mereka akan mengantar kami. Bahkan, kami diberi receh untuk naik bis (sekali lagi, uang pas). Baik sekali :) Sebelum berangkat, kami mengobrol sebentar. Saya bercerita -karena besoknya hari Valentine-, kalau Valentine kali ini saya tidak merayakannya dengan pacar saya (of course, he's in Indonesia!!). Kami juga menanyakan istilah-istilah bahasa Macau, seperti "passagem" untuk halte bis, dan lain-lain. Kata mereka, kami akan 'aman' asal bisa bahasa inggris.
Kami diantar salah satu TKW menuju halte bis ke pelabuhan. Waktu itu hujan. Di perjalanan menuju halte, TKW ini curhat -gara-gara kami tanya, berapa lama dia nggak pulang- dia sudah 6 tahun nggak pulang ke Indonesia, walaupun dia rindu pada orangtuanya. Lho? TKW ini mengaku kalau dulu, cowoknya di Indonesia menghamili kakaknya, kemudian dia berantem dengan kakaknya hingga kakaknya memukulinya. Ternyata itu sebabnya dia tidak pulang. Tapi ada yang lebih mengejutkan kami, yaitu saat dia berkata, "Si C itu cewekku. Yeah, aku sudah nggak suka lagi sama cowok." O.O Dua TKW yang tidur di atas bed kami ternyata adalah pasangan lesbian. Whoa... baru kali ini saya bertemu dengan pasangan yang nyata... Ya, jelas alasannya mengapa dia jadi seperti itu and so far, mereka sangat baik kepada kami.
Pengalaman ini merupakan sesuatu yang berharga yang kami dapatkan di Macau. Di balik status mereka yang showgirl maupun lesbian, ternyata hati mereka baik, bahkan lebih baik daripada yang "normal". Itu pelajaran yang kami dapat. Tidak semua orang yang seperti itu buruk. Don't judge a book by its cover. Thank you very much, mbak-mbak TKW :)
Anyway, kami sampai pelabuhan dengan selamat dan nggak pakai nyasar. Setelah membayar sekitar MOP/HKD 145, kami menaiki FirstFerry menuju HongKong. Ferry Macau-HongKong nyaman lho. Kursinya seperti kursi pesawat. Coba ferry Indonesia seperti ini...
Macau Ferry Terminal
Kursi di ferry, nyaman lho!
-bersambung ke post selanjutnya, HongKong ^^-